Senin, 27 April 2015

FENOMENA DEPRESI : BUNUH DIRI & HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DENGAN RELIGIUSITAS

Haiiiii ......

         saya akan memberikan sedikit informasi mengenai salah satu fenomena-fenomena yang dialami oleh orangnya mengalami depresi, yaitu bunuh diri. Kenapa sih orang yang mengalami depresi berat memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri ? berikut penjelasan yang dapat saya berikan :)


        Menurut Sadock dan Sadock (2007) pengertian depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia. Depresi adalah suasana perasaan tertekan (depressed mood) yang dapat merupakan suatu diagnosis penyakit atau sebagai sebuah gejala atau respons dari kondisi penyakit lain dan stres terhadap lingkungan. Gangguan Depresi dianggap unipolar karena gangguan ini terjadi hanya pada satu arah atau kutub emosional.

BUNUH DIRI

    
       Pikiran-pikiran bunuh diri menjadi cukup umum bagi orang yang mengalami gangguan depresi mayor atau depresi berat. Suatu survei terkini yang cukup mewakili secara nasional menemukan bahwa 13% dari orang dewasa di AS dilaporkan pernah memiliki pikiran bunuh diri dan 4,6% dilaporkan melakukan percobaan bunuh diri (Kessler, Borges, & Walters, 1999).
      Bunuh diri adalah penyebab kematian utama di antara orang-orang dengan usia 15 hingga 24 tahun di AS. Percobaan bunuh diri sering kali terjadi dalam upaya merespons terhadap peristiwa hidup yang penuh tekanan. Orang yang mempertimbangkan bunuh diri pada saat stres kemungkinan kurang memiliki keterampilan memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-cara alternatif untuk coping dengan stresor yang mereka hadapi.
       Model psikodinamika klasik memandang depresi sebagai pengalihan kedalam dari rasa marah terhadap representasi internal atas objek cinta yang hilang. Kemudian, bunuh diri mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam yang menjadi bersifat membunuh. Jadi, orang yang bunuh diri tidak berusaha menghacurkan dirinya sendiri. Mereka malah mencari cara untuk mengekspresikan rasa marah mereka terhadap representasi internal atas objek cintanya. Freud berspekulasi bahwa bunuh diri kemungkinan di motivasi oleh "insting kematian," suatu kecenderungan untuk kembali kekeadaan bebas tekanan yang ada sebelum kelahiran. sedangkan menurut teoritikus eksistensial dan humanistik menghubungkan bunuh diri dengan persepsi bahwa hidupnya lebih menjemukkan, lebih kosong, dan lebih membosankan daripada orang yang tidak bunuh diri. (Mehrabian & Weinstein, 1985).

Berikut contoh kasus bunuh diri di indoneisa yang dialami oleh gadis muda karna mendapat tekanan dari ibu tirinya :


Jakarta - Seorang ABG, berinisial AFP (16) ditemukan tewas di rumahnya di Gang Pesantren, Kebon Kelapa, Kamal, Kalideres. ABG tersebut nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena depresi tertekan ibu tiri.

Kapolsek Kalideres, Kompol Dermawan Karosekali membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, korban ditemukan Minggu (26/4) pagi, dengan posisi tergantung di kusen kamar.

"Hasil penylidikan tidak menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban. Dugaan kuat, korban tewas karena bunuh diri. Pihak keluarga juga tidak berkenan untuk mengautopsi tubuh korban," terang Karosekali saat dikonfirmasi, Minggu (26/4/2015) malam.

Menurut pengakuan tetangga korban, Tommy (30), diketahui bahwa korban baru empat bulan tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Karena tidak sekolah, korban sering membantu berjualan di pasar untuk menjual kelapa parut.

"Selama ini, dia ikut berjulan dan tinggal bersama ayah kandung sama ibu tiri dan dua adik tirinya," ujar Tommy

Tommy menuturkan, selama tinggal dengan ayahnya korban terlihat sering sedih. Dirinya sering cerita ke temannya kalau ibu tirinya sering cemburu karena lebih disayang ayah kandungnya.

"Kalau cerita itu, dia gak tahan sama tekanan ibu tirinya yang cemburu kalau ayah kandungnya lebih sayang ke dia," kata Tommy tepat di depan kios Putri berjualan.

Sang Ayah saat dikonfirmasi menepis kalau anaknya bunuh diri karena depresi. Dirinya juga mengaku telah ikhlas menerima anaknya meninggal dunia.

"Nggak ada apa-apa kok. Kami sekeluarga juga sudah ikhlas," kata Aris secara terpisah.
sumber : http://news.detik.com/read/2015/04/26/191909/2898506/10/abg-yang-bunuh-diri-di-jakbar-diduga-karena-tekanan-ibu-tiri

     nah dari contoh kasus yang saya berikan kemungkinan terbesar seseorang untuk melakukan bunuh diri dikarenakan adanya tekanan dari lingkungan yang tidak bisa di terima oleh orang tersebut sehingga membuat ia menjadi depresi. seperti yang sudah saya bahas diatas penyebab seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah depresi yang sagat berat atau Depresi Mayor.

DEPRESI MAYOR 

Terjadinya satu atau lebih periode atau episode depresi tanpa ada riwayat terjadinya episode manik atau hipomanik alami. Seseorang dapat mengalami satu episode depresi mayor, yang diikuti dengan kembalinya mereka pada keadaan fungsional yang biasa. Seseorang yang mengidap depresi mayor akan mengalami mood yang menurun, gangguan selera makan dan tidur, dan kurangnya motivasi & minat. Biasanya orang yang sudah sembuh dari depresi mayor akan bisa mengalami kembali depresi mayor dan mempunyai keinginan untuk bunuh diri.

HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN MENTAL DENGAN RELIGIUSITAS

 

Religiusitas atau yang biasanya kita kenal dengan hal hal yang berhubungan dengan Agama atau kepercayaan masing masing orang sangat berfungsi sebagai terapi bagi jiwa yang gelisah dan terganggu dan terganggu, berperan sebagai alat pencegah terhadap kemungkinan mengalami gangguan kejiwaan. Kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap agama atau keyakinan seseorang dikarenakan sejak kecil seseorang sudah mempuyai agama atau keyakinan yang menjadi pedoman hidupnya dan menentukan kontruksi hidupnya sejak kecil jika sejak kecil belum mengenal agama atau keyakinan ketika ia sudah menjadi remaja atau dewasa maka akan mengalami kegelisahan dalam jiwa dan akan mendorong remaja tersebut ke arah kelakuan-kelakuan yang kurang baik
Sebaiknya kita lebih mendalami lagi agama atau kepercayaan kita agar kelak menjadi pribadi yang baik dan mental yang sehat. 

 sumber : 

Rakhmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan Pustaka.
Nevid, Jeffrey S, Spencer A. Rathus,dkk.2003.Psikologi Abnormal Edisi kelima.Jakarta:Erlangga
Semiun, Yestinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta. Kanisius. 
Jalaluddin. 2000. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar