Rabu, 15 Juni 2016

PSIKOTERAPI

PENDEKATAN HUMANISTIK 

Carl Rogers dan rekan-rekan sejawatnya menderikan pendekatan psikoterapi humanistik berdasarkan pandangan tentang manusia yang secra bawaan berupaya untuk tumbuh dengan cara yang sehat dan positif. Terapis humanistik membantu perkembangan aktualisasi diri pada diri klien dengan membangun hubungan terapeutik tanpa persyaratan yang bernilai dan lebih memotivasi kongruensi. Tujuan utama psikoterapi humanistik adalah untuk mendukung perkembangan aktualisasi diri.

Unsur-unsur Psikoterapi Humanistik
1.      Empati
Empati melibatkan pemahaman yang mendalam dan tidak menghakimi pengalaman klien, sementara menahan nilai-nilai dan sudut pandang terapis.
2.      Perhatian positif tanpa syarat
Perhatian positif tanpa syarat (Uncondtional Positive Regard) adalah penerimaan penuh atas orang lain secara apa adanya. UPR memungkinkan klien untuk tumbuh dengan cara yang murni ditunjukan pada dirinya sendiri, tanpa perlu mengkhawatikan tentang kehilagan hormat atau penerimaan dari orang lain dalam hubungan.
3.      Ketulusan

Bersikap tulus dengan klien membantu terapis humanistik untuk membangun hubungan. 

Terapi Pada Pendekatan Humanistik
  1. Eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup. Terapi eksistensial tidak terikat pada salah seorang pelopor, akan tetapi eksistensial memiliki banyak pengembang, tetapi yang populer adalah Victor Frankl, Rollo May, irvin Yalom, James Bugental, dan Medard Boss. 
  2. Logoterapi adalah bentuk penyembuhan melalui penemuan makna dan pengembangan makna hidup, dikenal dengan therapy through meaning. Bastaman (2007) menambahkan selain therapy through meaning, logoterapi juga bisa disebut health through meaning. 
  3. Client centered therapy merupakan salah satu terapi yang difokuskan pada pertanggungjawaban dan kapasitas klien untuk menemukan cara agar bisa menghadapi realitas, pada pribadi klien bukan pada problema yang dikemukakan oleh klien. Sasaran dari terapi ini bukan hanya sekedar menyelesaikan problema, tetapi membantu klien dalam proses pertumbuhannya, sehingga dia akan bisa lebih baik menangani problemanya di masa sekarang dan masa depan.
Contoh Kasus 
Reisa sudah bekerja pada sebuah perusahaan sejak 2 tahun yang lalu, perusahaan yang sudah menjadi tempat kerja reisa cukup dekat dengan rumahnya reisa hanya perlu 30 menit perjalanan menggunakan sepeda motornya untuk sampai ke tempat kerjanya dan gaji yang sudah ia dapatkan bekerja di perusahaan tersebut setiap bulannya cukup besar, selama dua tahun bekerja di sana reisa sudah nyaman dan bisa menyesuaikan dirinya di tempat kerjanya.  namun reisa mendapatkan tawaran kerja di luar kota yang jauh dari rumahnya dan di haruskan reisa untuk pindah ke kota tersebut agar tidak membuang banyak uang untuk ongkos dan gaji yang di tawarkan perusahaan yang baru sangat besar, dua kali lipat dari gaji reisa di perusahaan sebelumnya. reisa bingung dalam pilihannya harus memilih yang mana. 

Penyelesaian 
Dalam kasus tersebut saya menggunakan  terapi CCT dalam pendekatan humanistik, di karenakan pada terapi CCT melihat manusia itu sudah mengenal dirinya sendiri dan sudah tahu yang terbaik buat klien, semua keputusan itu diambil sama klien. Tugas konselor hanya berupa dukungan bagi klien dan bisa mengambil keputusannya sendiri untuk hidupnya dan dalam kasus juga terlihat bahwa klien sudah memiliki pilihannya 

Sabtu, 26 Maret 2016

PSIKOLOGI EKSPERIMEN

Apakah Suhu Tinggi Menyebabkan Perilaku Agresif ?

dengan rumusan masalah tersebut saya dapat menghipotesakan sebagai berikut :

Hipotesis

Hipotesis Ilmiah     

Hipotesis Umum    : Tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi menyebabkan perilaku agresif.
Hipotesis Eksplisit : Subjek yang berada di tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi 
                                 akan memilki perilaku agresif lebih tinggi dari pada subjek yang tidak
                                 berada di tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi.

Hipotesis Statistik
Ha                           : Subjek yang berada di tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi akan
                                  memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dari pada subjek yang tidak berada
                                  di tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi.
Ho                          : Subjek yang berada di tempat dengan lingkungan yang bersuhu tinggi akan
                                 memiliki perilaku agresif yang tidak berbeda dengan subjek yang tidak berada di
                                 tempat dengan lingkungan bersuhu tinggi.

 Variabel 

Variabel bebas : Suhu Ruangan Tinggi

- Variasi                  : Ada-Tidak ada, yaitu subjek ditempatkan dengan lingkungan yang bersuhu
                                 tinggi dan tidak ditempatkan dengan lingkungan yang bersuhu tinggi.
- Manipulasi           : Manipulasi kejadian, dengan cara kedua kelompok melakukan upacara bendera
                                 kemudian kedua kelompok tersebut di tempatkan pada ruangan yang
                                 mempunyai AC dengan yang tidak mempunyai AC.

Variabel Terikat : Perilaku Agresif

- Jenis Pengukuran    : Perilaku yang tampak
- Cara Pengukuran    : Jawaban yang bersifat jelas (tegas atau konsisten), yaitu dengan menggunakan
                                    skala Guttman, yaitu "setuju-tidak setuju". pernyataan dalam instrumen berupa
                                   pernyataan postif dan negatif dengan setiap skor yang di peroleh dari
                                   pernyataan positif di berikan skor 1 untuk yang menjawab "setuju" dan
                                   diberikan skor 0 untuk yang menjawab "tidak setuju", sedangkan untuk
                                   pernyataan negatif di berikan skor 1 untuk yang menjawab "tidak setuju"
                                   dan di berikan skor 0 untuk yang menjawab "setuju".

Variabel Sekunder :

  • Jenis Kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan sama pada setiap kelompok).
  • Tingkat Pendidikan (dikontrol dengan teknik konstasi, yaitu memilih subjek dengan tingkat pendidikan yang sama).
  • Status Sosial Ekonomi (dikontrol dengan teknik randomisasi, yaitu secara acak memasukan subjek ke dalam KE dan KK).
  • Teknik Upacara Bendera (dikontrol dengan teknik konstasi, yaitu dengan memakai teknik upacara bendera yang sama).
  • Waktu Upacara Bendera (dikontrol dengan teknik konstasi, yaitu lamanya waktu upacara bendera sama bagi semua subjek).
  • Kegiatan Relaksaso lain (dikontrol dengan teknik konstasi, yaitu semua subjek tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan relaksasi lain selama penelitian).

 Tipe dan Desain Penelitian 

  • Tipe Penelitian     : Controlled laboratory Experiment. 
  • Desain Penelitian :  Desain 2 kelompok

 Perencanaan Penelitian

Subjek     : Siswa SMP yang duduk di kelas VII yang berjenis kelamin laki laki atau perempuan. 
                   jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 30 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan
                   masing-masing 15 orang.
Peralatan : Kuesioner perilaku agresif, tempat dengan ruangan yang berAC dan tidak berAC,
Prosedur  :
  • subjek merupakan 30 siswa SMP kelas VII yang diperoleh dari hasil pengundian seluruh kelas VII dengan jumlah masing-masing subjek laki-laki dan perempuan berjumlah 15 orang.
  • dilakukan pengundian untuk memasukkan subjek laki-lai dan perempuan kedalam 2 kelompok. sehingga kedua kelompok terdiri dari subjek laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama.
  • kedua kelompok subjek melakukan upacara bendera di tempat yang sama dengan lingkungan upacara tanpa adanya pohon untuk berteduh dan di saat cuaca cerah.
  • lalu satu kelompok ditempatkan kedalam ruangan yang berAC dan satu kelompok lagi ditempatkan kedalam ruangan yang tidak berAC dan suhu ruangan yang tinggi.
  • kemudian subjek diberikan waktu beristirahat setelah melakukan upacara bendera selama 10 menit. 
  • setelah itu subjek diberikan kuesioner perilaku agresif untuk dikejarkan.



Jumat, 22 Januari 2016

Psikologi Manajemen

MAKALAH PSIKOLOGI MANAJEMEN
KOMUNIKASI ORGANISASI 






Di Susun Oleh :

Reiza Apriani (17513369)
3PA11


Fakultas Psikologi 
Universitas Gunadarma 
Depok 
2015


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Komunikasi sangat diperlukan dalam melakukan kegitan sehari-hari baik di lingkungan keluarga ataupun lingkungan tempat bekerja. Komunikasi memungkinkan seseorang untuk lebih mengelan satu sama lain dan lenih memahami seseorang. Komunikasi berasal dari bahasa inggris yang memiliki asal usul kata dari bahasa latin yaitu communis artinya milik bersama atau membagi yang merupakan sebuah proses untuk membangun kebersamaan dan pengertian. Kemudian secara terminologi, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh satu pihak kepada pihak yang lainnya atau banyak pihak supaya bisa terhubung dengan lingkungan yang ada disekitarnya. 

B. Rumusan Masalah 
  1. Apa pengertian komunikasi organisasi?
  2. Apa faktor yang mempengaruhi komunikasi organisasi?
  3. Apa saja tipe-tipe komunikasi organisasi?
  4. Bagaimana proses komunikasi organisasi?
  5. Apa hambatan dalam komunikasi organisasi?

BAB II
PEMBAHASAN 

A. Pengertian Komunikasi Organisasi

    Menurut William J. Seller adalah suatu proses dimana simbol nonverbal dan verbal dikirimkan, diterima dan diberi makna. 
    Menurut Carl I. Hovland adalah sebuah proses yang mungkin seseorang dapat menyampaikan rangsangan atau dengan lambang verbal yang bertujuan untuk mengubah pola tingkah laku orang lain.
    Menurut Onong Uchjana Effendy adalah suatu proses dalam menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan untuk memberitahu, mengeluarkan pendapat, mengubah pola sikap atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung.
    Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang dapat menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan memberitahu, 

B. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Organisasi

     Raymond V. Lesikar telah menguraikan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi organisasi, yaitu :
1.      Saluran komunikasi formal mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam dua cara. Pertama, liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan dan pertumbuhan organisasi. Kedua, saluran komunikasi formal dapat menghambat aliran informasi antar tingkat-tingkat organisasi.
2.      Struktur wewenang organisasi mempunyai pengaruh yang sama terhadap efektivitas organisasi.
3.      Spesialisasi jabatan biasanya akan mempermudah komunikasi dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
4.      Pemilikan informasi berarti bahwa individu-individu mempunyai informasi khusus dan pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan mereka.

C. Tipe-tipe Komunikasi Organiasasi

     Menurut Gibson et al. (1997) terdapat tiga jenis komunikasi formal dalam organisasi, yaitu : komunikasi horizontal, komunikasi diagonal, dan komunikasi vertikal. 

1. Komunikasi horizontal (komunikasi lateral/menyamping) 
    Komunikasi horizontal merupakan bentuk komunikasi secara mendatar dimana terjadi pertukaran pesan secara menyamping dan dilakukan oleh dua pihak yang mempunyai kedudukan sama, posisi sama, jabatan se-level, maupun eselon yang sama dalam suatu organisasi. Menurut Daft (2003), komunikasi bentuk ini selain berguna untuk menginformasikan juga untuk meminta dukungan dan mengkoordinasikan aktivitas. Komunikasi horizontal diperlukan untuk menghemat waktu dan memudahkan koordinasi sehingga mempercepat tindakan (Robbins, 2001). Kemudahan koordinasi ini menurut Liaw (2006) disebabkan adanya tingkat, latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang relatif sama antara pihak-pihak yang berkomunikasi, serta adanya struktur formal yang tidak ketat. 

2. Komunikasi diagonal (komunikasi silang) 
    Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang berlangsung dari satu pihak kepada pihak lain dalam posisi yang berbeda, dimana kedua pihak tidak berada pada jalur struktur yang sama. Komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain. Koontz et al. (1989) mengatakan bahwa komunikasi silang ini tidak mengikuti hirarki organisasi tetapi memotong garis komando. Komunikasi ini merupakan saluran komunikasi yang jarang digunakan dalam organisasi, namun penting dalam situasi dimana anggota tidak dapat berkomunikasi secara efektif melalui saluran lain. Penggunaan komunikasi ini selain untuk menanggapi kebutuhan dinamika lingkungan organisasi yang rumit, juga mempersingkat waktu dan memperkecil upaya yang dilakukan organisasi (Gibson et al., 1997). 

3. Komunikasi vertikal 
    Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Robbins (2001) menjelaskan bahwa komunikasi vertikal adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu organisasi/kelompok ke suatu tingkat yang lebih tinggi atau tingkat yang lebih rendah secara timbal balik. Dalam lingkungan organisasi atau kelompok kerja, komunikasi antara atasan dan bawahan menjadi kunci penting kelangsungan hidup suatu organisasi. Bahkan menurut Stoner dan Freeman (1994), dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan dalam organisasi antara atasan dan bawahan berlangsung secara vertikal, sehingga peran komunikasi vertikal sangat urgen dalam organisasi. 

D. Proses Komunikasi Organisasi

1. Proses ideasi
Tahap pertama dalam suatu proses komunikasi adalah ideasi (ideation) yaitu proses penciptaan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator. 

2. Proses encoding
Gagasan atau informasi disusun dalam serangkaian bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang akan digunakan.

3. Proses pengiriman
Gagasan atau pesan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui saluran dan media komunikasi yang tersedia dalam organisasi. Pengiriman pesan dapat dilakukan dengan berbicara, menulis, menggambar dan bertindak.

4. Proses penerimaan
Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan, membaca, atau mengamati tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya.

5. Proses decoding
Pesan-pesan yang diterima diintrepretasikan, dibaca, diartikan,dan diuraikan secara langsung atau tidak langsung melalui proses berfikir.

6. Proses tindakan
Respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi, meminta informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain.

E. Hambatan dalam Komunikasi Organisasi 

1. Hambatan dari Proses Komunikasi :
  • Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
  • Hambatan dalam penyandian/simbol hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
  • Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan
  • Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
  • Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
  • Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik
      Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain-lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya.

3. Hambatan Semantik.
     Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima.

4. Hambatan Psikologis
     Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.

BAB III
KESIMPULAN 

    Komunikasi dalam organisasi sudah menjadi kebutuhan karna dengan adanya komunikasi dalam organisai memudahkan seseorang untuk bertukar informasi dan menambah wawasan. Tujuan komunikasi organisasi adalah sebagai saluran untuk melakukan dan menerima pengaruh mekanisme perubahan, alat untuk mendorong atau mempertinggi motivasi perantara dan sebagai sarana yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya. 


Sumber :
http://informasiana.com/pengertian-komunikasi-menurut-para-ahli/
http://aldairchristiawan.blogspot.co.id/2013/04/komunikasi-dalam-organisasi.html
http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/02/3-jenis-komunikasi-formal-dalam.html
http://annisafujiyana.blogspot.co.id/2013/05/komunikasi-dalam-organisasi.html
http://beruangkaki5.blogspot.co.id/2012/06/komunikasi-dalam-organisasi.html